Senin, 15 Juli 2013

BAB ADZAN





Adzan menurut bahasa = (الاعلام) artinya, memberitahukan. Adzan menurut syara’ =
الاعـلام بوقـــت الصـلاة باالـفـاد مخصـوصـة.
Artinya : memberitahukan (telah tibanya) waktu shalat dengan kalimat-kalimat tertentu.

Adapun dalil-dalil mengenai Adzan sebagai berikut :

عن عبد الله بن زيـد بن عبد  ربـه قال : لما اجمع رسو ل الله صلى الله عليه وسلم  ان يضرب بالنا قوس يجمع للصلاة الناس وهو له كاره لموفـقـته النصارى طاف بي  من الليل طائف و انا نائم رجـل عليه ثوبان اخضران وفي يده نا قــوس يـحمله  قال : فـقلت له  ياعبد الله   اتبيع الناقوس قال : وما تصنع به قالت : ندعوا به الى الصلاة  قال : افلا ادلك على خير من ذلك قال فقلت بلى قال تقول : الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر- اشهد ان لا اله الا الله اشهد ان لا اله الا الله -اشهد انّ محمد الرسو ل الله اشهد انّ محمد الرسو ل الله  - حي على الصلاة حي على الصلاة - حي على الفلاح حي على الفلاح - الله اكبر الله اكبر - لا اله الا الله. قال فلما اصبخت اتيت رسو ل الله صلى الله عليه وسلم  ان هذه لرؤ يا حقّ ان شاء الله ثمّ  امر باالتـاذين. (ح.ص.ر. احمد - مسند احمد 4:43).

Artinya :
Dari Abdillah bin Zaid bin Abdi Rabbih, ia berkata : Ketika Rasulullah SAW. telah mengambil keputusan hendak memukul naqus, yaitu agar orang-orang berkumpul untuk melakukan shalat, sedangkan beliau (Rasulullah SAW) tidak suka, lantaran menyerupai Nashara, saya tidur, bermimpi, datang seorang laki-laki memakai dua baju hijau dan di tangannya membawa naqus, maka saya bertanya kepadanya : Ya Abdallah ! apakah engkau mau jual naqus itu ? orang itu menjawab : Engkau mau gunakan naqus itu buat apa ? saya jawab : Untuk memenaggil orang buat shalat. Ia berkata : Maukah aku unjukan kepadamu cara yang lebih baik ? saya jawab : Mau. Lau ia berkata : Sebutlah : Allahu Akbar........................................................(samapi akhir Adzan. Kemudian ia mundur tidak berapa jauh dan ia berkata : Kalau engkau mau berdiri shalat katakanlah : Allahu Akbar.......................(samapi akhir Qamat). maka saya bangun pagi, terus pergi kepada Rasulullah SAW. dan saya khabarkan kepadanya hal mimpi itu. maka Sabda Rasulullah SAW. : Mudah-mudahan mimpi itu betul, lalu Rasulullah SAW. perintahkan adzan. (HSR. Ahmad).

عن انس امر بـلال ان يـشـفع الاذان و يـوتـر الاقـامـة الا الاقـامة. (رواه الجماعة).

Artinya :
Dari Anas ia berkata : Bilal diperintahkan untuk menggenapkan Adzan dan mewitirkan Qamat., kecuali  (bacaan) Qad Qamatis shalat.   (Diriwayatkan oleh Al Jama’ah).

عن ابن عمر قال : انما كان الاذان على عهد رسو ل الله صلى الله عليه وسلم مرتين مرتين والاقامة مرة مرة غير انه يقول : قد قامة الصلاة  قد قامة الصلاة و كنا اذا سمعنا الاقامة نتوضأ ثم خرجنا الى الصلاة . (رواه احمد و ابو داود و النسائى)

Artinya :
Dari Ibnu Umar ia berkata : Sesungguhnya tiada lain melainkan keadaan adzan di zaman Rasulullah SAW. itu dua kali dan qamatnya satu kali-satu kali, kecuali ucapan Qad qamatis shalat-Qad qamatis shalat Dan kami (para shahabat) apabila mendengar iqamah, kami berwudhu, kemudian kami keluar untuk shalat.
(Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan An Nasa’i).

4. ADZAN BILAL SEBELUM WAKTU SHUBUH PAKAI TATSWIB.


عن ابن مسعود : ان النبي الله صلى الله عليه وسلم قال : لا يمــنـعـنّ احدكم اذان بلال من سحوره فانه يؤذن او قال ينادى بليل ليرجع قائـمكم ويوقظ نائـمكمز. (رواه الجماعة الا الترمذى)

Artinya :
Dari Ibnu Mas’ud sesungguhnya Nabi SAW. bersabda : Adzan Bilal itu jangan menghalangi salah seorang dianatara kamu dari sahurnya, karena dia beradzan atau menyeru itu pada waktu malam (belum tiba waktu shubuh), agar kembali orang-orang tahajud diantara kamu kembali bangun dari istirahatnya, untuk membangunkan orang-orang yang tidur diantara kamu.
(Diriwayatkan oleh Al Jama’ah kecuali Tirmidzi).

Catatan :

1. Yang dimaksud dengan “Tatswib” yaitu ucapan Ash-shalatu khairun Minan naum Ash-shalatu khairun Minan naum”.
2. Tatswib hanya ada di adzan pertama sebelum waktu shubuh. Adapun Tatswib dia adzan shubuh, dasar dalilnya tidak kuat, sebab :
2.1. Hadits Abi Mahdzurah yang dijadikan dasar, dalam sanadnya orang yang bernama Muhammad bin Abdil Malik bin Abi mahdurah dan Al Harits bin Ubaid yang pertama tidak dikenal (Ghairu ma’rufin) dan yang kedua dibicarakan orang (fihi maqal). Lihat Nailul Authar 2 : 46.

2.2. Hadits Bilal “La Tatswiba fi syaiin minash-shalati illa fi shalatis Shubhi. padanya ada orang yang bernama Abu Ismail Al-Mala-i, dia itu dlaif dan munqathi antara Abdurrahman bin Abi Laila dan Bilal. Lihat Nailul Authar 2 : 39.

5. DUA MUADZIN DI MASJID NABAWI DI ZAMAN RASULULLAH SAW.

عن عبد الله بن عمر رضى الله عنهما عن رسو ل الله صلى الله عليه وسلم  انه قال : ان بلال لا يؤذن بليل فكلوا واشربوا حتى تـسـمعوا اذان ابن ام مكتمز (متفق عليه)ز.
Artinya :
Dari Abdullah bin Umar ra. dari Rasulullah SAW. sesungguhnya beliau bersabda : Sesungguhnya Bilal beradzan pada waktu malam maka hendaklah kamu makan dan minum hingga Ibnu Ummi Maktum beradzan. (Muttafaq Alaihi).

Catatan.
Syeikh Muhammad Shalih Al Utsaimin mengomentari hadits tersebut sebagai berikut :          

كان النبي الله صلى الله عليه وسلم قد اتخذ للمسجد في المدينة مؤذنين بلالا وابن ام مكتوم  و كانا يؤذنان للفجر احجهما قبل طلوعه ليرجع الـقـائم له والثانى بعد طلوعه وفي هذا الحديث يخـبرعن عبد الله بن عمر رضى الله عنهما ان النـبي صلى الله عليه وسلم بين للناس حكم كل واحد من الاذ نينبان بلالا يؤذن بليل قبل طلوع الـفجر فلا تمتنعوا ايها الصائمون باذانه عن الا كل وااشراب بل كلوا و شربوا حتى يؤذن ابن ام مكتوم قال  النـبي صلى الله عليه وسلم فانه لا يؤذن حتى يطلع الـفجر وقال ابن عمر كان ابن ام مكـتـوم رجلا اعمى لا يؤذن حتى يقـول له الناس اصبحـت.
(تـنــبيه الا فهام بشرح عمدة الاحكام 157:1).
Artinya :
Adalah Nabi SAW. telah mengambil dua tukang adzan buat masjid (Nabawi) di Madinah, yaitu Bilal dan Ibnu Ummi Maktum.Dan adalah keduanya beradzan untuk (shalat) Fajar,  salah seorang
diantara keduanya (beradzan) sebelum terbit (fajar),   agar  kembali   orang yang mau   bertahajud dari istirahatnya untuk sahur (kalau mau berpuasa besok harinya) dan untuk membangunkan orang yang tidur. Yang Kedua (Ibnu Ummi Maktum) beradzan setelah terbit Fajar. Dan didalam hadits ini Abdullah bin Umar ra. memberitahukan, bahwa Nabi SAW. menjelaskan kepada orang-orang tentang kedudukan hukum masing-masing dari kedua adzan tersebut. Bahwa bilal beradzan pada waktu malam sebelum terbit fajar, maka janganlah kamu terhalang hei orang-orang yang akan melakukan shaum dengan adzannya (Bilal) dari makan dan minum, bahkan makanlah dan minumlah, samapai Ibnu Ummi Maktum beradzan. Nabi SAW. bersabda : karena ia (Ibnu Ummi Maktum) tidak beradzan sehingga terbit fajar. Dan berkata Ibnu Umar : Adalah Ibnu Ummi Maktum orang yang buta, ia tidak beradzan hingga orang-orang mengatakan kepadanya, telah shubuh (memberitahukan waktu shubuh telah tiba).
(Tanbibul afha bisyarhi ‘Umdatil Ahhkam 1 : 157).


6. MENJAWAB ADZAN

عن ابي سعيد أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : اذا سمـعـتم النداء فقولوا مثل ما بقول المؤذن. 0(رواه الجماعة).

Artinya :
Dari Sabi Sa’id sesungguhnuya nabi SAW. bersabda : Apabila kamu mendengar seruan (Adzan), maka ucapkanlah olehmu seperti apa yang diucapkan oleh Tukang Adzan.
(Diriwayatkan oleh Al Jama’ah).

عن عبد الله بن عمرو  أنه سمع  النبي صلى الله عليه وسلم يقول : اذا سمعتم المؤذن فقولوا مثل ما يـقول . ثم صلوا علي .فانه من صلى علي صلاة صلى الله بها عليه عشرا. ثم سلوا الله لي الوسيلة فانها منزلة في الـجـنة  لا ينبغى  الا العبد من عباد الله. وارجوان  اكون انا هو فمن سال الله لي الوسيلة حلت عليه الشـفاعة. (رواه الجماعة الا البخارى و ابن ماجه).

Artinya  :
Dari Abdillah bin Amer sesungguhnya mendengar Nabi SAW. bersabda : Jika kamu mendengar tukang Adzan (beradzan), maka ucapkanlah seperti yang ia ucapkan, kemudian hendaklah kamu membaca shalawat atasku, karena siapa yang membaca shalawat atasku, Allah akan memberi rahmat atasnya sepuluh lipat, kemudian pintalah kepada Allah wasilah bagiku, karena dia itu merupakan suatu manzilah (kedudukan) di surga, tidak layak (diberikan) melainkan hanya kepada seorang hamba-hamba Allah dan aku berharap, agar akulah dia itu. Maka siapa yang meminta kepada Allah Wasilah bagiku, halal atasnya syafa’at.
(Diriwayatakan oleh Al Jama’ah, kecuali Al Bukhari dan Ibnu Majah).


7. DO’A SESUDAH ADZAN
    Dalilnya :

عن جابر  ان رسو ل الله صلى الله عليه وسلم  قال : من قال حين يسمع النداء اللهمّ رب هذه الدوة اليامة و الصلاة القائمة آت محمدا الوسيلة و الفضيلة وابعثه مقاما محمودا الذى وعدته - حلّت له سفاعتى يوم القيامة. (رواه الجماعة الا مسلما) 0
Artinya :
Dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah SAW. telah bersabda : Siapa yang mengucapkan : “Allahumma Rabba Haadzihid Da’watit Tammati............... sampai “Wa’ad tahu. niscaya ia mendapatkan syafa’atku di hari Qiyamat.  (R. Al jama’ah kecuali Muslim).

Arti do’a tersebut :
Ya Allah ! Tuhan yang mempunyai panggilan yang sempurna ini, yang mempunyai shalat yang akan didirikan ini, berikanlah kepada (Nabi) Muhammad derajat yang tinggi dan pangkat yang mulia, dan tempatkanlah dia ditempat yang terpuji yang engkau telah janjikan.

8. ADZAN DAN QAMAT SENDIRIAN.
    Dalilnya :
عن عقبة بن عامر رضى الله عنه  قال : سمعترسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : يـجب ربك عز وجل من راعى غنم في رأس الشظـية للجبل يـؤذن بالصلاة و يصلي فيقول الله عز وجل انظروا الى عبد ى هـذا يـؤذن و يقيم يخاف شـيئا قد غفرت له  وادخـلته الجنة.  (ح.ص.ر. احمد).
Artinya :
Dari Uqbah bin ‘Amir ra. ia berkata : Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda : Tuhanmu yang maha perkasa dan maha mulia senang kepada seorang pengembala kambing di puncak gunung ia adzan buat shalat, dan (lalu) ia shalat. Allah yang maha perkasa dan maha mulia berfirman : Lihatlah olehmu kepada seorang hambaku ini, ia adzan dan qamat (karena ia menakuti sesuatu, sungguh aku telah memberi pengampunan baginya, dan (akan) aku masukan dia ke surga. (HSR. Ahmad).

9. ADZAN JUM’AT
Adzan jum’at merupakan awal upacara jum’at, diucapkan Mu’adzin pada saat setelah Imam/khatib duduk di mimbar.
    Dalilnya :
عن السا ئب  بن  يزيد قال : كان النداء يوم الجمعة او له اذا جلس الامام على المنبر على عهد النبي صلى الله عليه وسلم و ابي بكر و عـمر  رضي اله عنهما.   (ح.ص.ر. اابـخارى).
Artinya :
Dari As Saib bin Yazid ia berkata : Adalah seruan (adzan) pada hari jum’at di zaman Rasulullah SAW. (dizaman) Abubakar dan (dizaman) Umar ra. ialah awalnya jika imam telah duduk diatas mimbar. (HSR. Al Bukhari).


10.  ADZAN DAN QAMAT PADA SHALAT JAMA’
       Pada shalat jama’ satu kali adzan dua kali qamat. Dalilnya :

عن جا بر رضي اله عنه  أنّ النبي صلى الله عليه وسلم, صلى الصلاتين بعرفـة باذان واحد و اقامـتين ولم يسبح بينهما ثم اضطـجع حتى طلع الـفـجر. (مختصر لاحمد و مسلم و النـسائى- نيل الاوطار 3: 232)
Artinya :
Dari Jabir ra. sesungguhnya Nabi SAW. shalat dua (macam) shalat di Arafat dengan satu kali adzan dan dua kali qamat (shalat dzuhur dan ‘ashar di jama’ qashar). Dan datang ke Muzdalifah, lalu shalat disitu, Maghrib dan Isya dengan satu kali adzan dan dua kali qamat, serta beliau tidak melakukan shalat sunat diantara keduanya, kemudian berbaring (tidur) hingga terbit fajar (shubuh).       (Diringkaskan menurut riwayat Ahmad, Muslim dan An Nasa’i).

Catatan :
1. Adzan dan qamat diadakan buat mengumpulkan orang (memanggil orang untuk shalat berjama’ah).
2. Adzan dan Qamat diadakan hanya untuk shalat fardlu yang lima dan shalat jum’at.
3. Shalat fardlu munfarid (sendirian) boleh dilakukan Adzan dan Qamat dahulu.













Senin, 27 Mei 2013

AIR MANI YANG KENA BAJU


حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ قَالَ سَأَلْتُ سُلَيْمَانَ بْنَ يَسَارٍ عَنْ الْمَنِيِّ يُصِيبُ ثَوْبَ الرَّجُلِ أَيَغْسِلُهُ أَمْ يَغْسِلُ الثَّوْبَ فَقَالَ أَخْبَرَتْنِي عَائِشَةُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْسِلُ الْمَنِيَّ ثُمَّ يَخْرُجُ إِلَى الصَّلَاةِ فِي ذَلِكَ الثَّوْبِ وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى أَثَرِ الْغَسْلِ فِيهِ و حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ يَعْنِي ابْنَ زِيَادٍ ح و حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ وَابْنُ أَبِي زَائِدَةَ كُلُّهُمْ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ أَمَّا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ فَحَدِيثُهُ كَمَا قَالَ ابْنُ بِشْرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْسِلُ الْمَنِيَّ وَأَمَّا ابْنُ الْمُبَارَكِ وَعَبْدُ الْوَاحِدِ فَفِي حَدِيثِهِمَا قَالَتْ كُنْتُ أَغْسِلُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
          Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr dari Amru bin Maimun dia berkata, "Saya bertanya kepada Sulaiman bin Yasar tentang mani yang mengenai baju seorang laki-laki, apakah dia harus mencucinya (bekasnya) atau mencuci bajunya?" Maka dia menjawab, " Aisyah telah mengabarkan kepadaku, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dahulu mencuci mani kemudian keluar menuju shalat dengan mengenakan baju tersebut, sedangkan saya melihat bekas cuciannya itu." Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kamil al-Jahdari telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid -yaitu Ibnu Ziyad-. (dalam riwayat lain disebutkan) Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib telah mengabarkan kepada kami Ibnu al-Mubarak dan Ibnu Abu Zaidah mereka semua meriwayatkan dari Amru bin Maimun dengan isnad ini, sedangkan Ibnu Abu Zaidah maka haditsnya sebagaimana Ibnu Bisyr mengatakan, "Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mencuci mani." Sedangkan Ibnu al-Mubarak dan Abdul Wahid, maka dalam hadits mereka berdua Aisyah berkata, "Saya dahulu mencuci mani dari baju Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." (HR. Muslim no 436)
Daripada   „Aisyah   (r.a),  beliau   berkata:   “ Rasulullah (s.a.w) sering  kali membasuh (bekas) air mani, kemudian baginda keluar untuk mengerjakan solat dengan memakai baju (yang padanya terdapat bekas air mani yang sudah dibasuh itu) dan saya melihat masih ada bekas kesan basah cucian itu.” (Muttafaq „alaih)
Menurut riwayat oleh Muslim pula: “Sesungguhnya saya pernah mengorek (kesan air mani) yang ada pada pakaian Rasulullah (s.a.w) dengan kuat, lalu baginda mengerjakan solat dengan tetap memakai baju itu.”
Menurut  riwayat  yang lain pula: “Sesungguhnya saya menggaruknya (kesan air mani itu) dalam keadaan sudah kering dengan kuku supaya tanggal dari pakaiannya.”
Makna Hadis
Allah (s.w.t) memuliakan umat manusia dan mengutamakannya ke atas seluruh makhluk yang lain dengan menjadikan suci asal kejadiannya dan mulia asal penciptaannya. „Aisyah Ummu  al-Mu‟minin telah  menceritakan bahawa  beliau pernah mengorek kesan air mani yang ada pada pakaian Rasulullah (s.a.w) dengan kukunya.
air mani  lelaki adalah berwarna  putih  agak kental.  Ia memancut-mancut ketika keluar apabila nafsu telah mencapai kemuncaknya disertai perasaan tegang dan nikmat pada lelaki berkenaan. Baunya mirip dengan bau tandan muda buah kurma atau hampir sama dengan bau adunan.
Fiqh Hadis
Mencuci bekas air mani ialah apabila masih dalam keadaan basah, namun apabila sudah  kering,   maka  memadai   dengan  cara  mengoreknya.   Ulamak   berbeda pendapat mengenai air mani ini. Abu Hanifah berserta murid-muridnya, Imam Malik dan salah satu riwayat daripada Imam Ahmad mengatakan bahawa air mani itu najis.
Mereka berkesimpulan demikian berlandaskan kepada riwayat-riwayat yang mengatakan  ia wajib dicuci dan demikian  pula hadis „Ammar yang mengatakan bahawa  sesungguhnya  kamu  mesti  mencuci  pakaianmu  jika  terkena  berak, kencing, mani, darah dan muntah. Di samping itu, mereka turut mengqiaskan air manis dengan dengan segala sesuatu benda yang menjijikkan, kerana ia melalui proses penghadaman dan merupakan sari makanan yang telah diproses di dalam perut. Mani dianggap najis menurut mereka kerana setiap hadas yang mewajibkan seseorang bersuci diri daripadanya adalah najis, sedangkan air mani merupakan salah satu daripadanya. Alasan lain air mani itu najis kerana ia keluar melalui jalur yang sama dengan tempat keluar air kencing.
Imam Malik mentakwilkan hadis yang mengatakan mengoreknya bahawa itu dilakukan dengan menggunakan air. Manakala mengorek bekas air mani yang dilakukan oleh Aisyah untuk menghilangkannya dari pakaian Nabi (s.a.w) barangkali  baginda  sendiri  tidak  mengetahui   apa  yang  dilakukan  „Aisyah  atau kerana air mani Nabi (s.a.w) dianggap suci yang merupakan keistimewaan bagi baginda.
Imam Abu  Hanifah mengatakan  bahawa  bekas air  mani  hendaklah dicuci dengan air apabila masih basah, tetapi apabila telah kering, maka sudah memadai dengan cara mengoreknya sahaja. Ini bertujuan untuk mengamalkan kedua-dua hadis di atas. Kes ini disamakan dengan selipar yang terkena najis.
Menurut mazhab Imam al-Syafi‟i, ulamak hadis dan Imam Ahmad dalam salah satu yang paling sahih daripadanya pula bahawa air mani itu suci. Mereka mengambil  kesimpulan  demikian  kerana  berlandaskan  kepada  hadis  Ibn  „Abbas (r.a) yang menceritakan bahawa:
“Rasulullah (s.a.w) pernah ditanya mengenai air mani yang terkena pakaian lalu baginda bersabda: “Sesungguhnya air mani itu sama kedudukannya dengan hingus, kahak dan ludah.” Rasulullah (s.a.w) melanjutkan sabdanya: “Sesungguhnya sudah memadai bagimu dengan mengusapnya dengan kain atau idzkhir.” (Disebut oleh al-Daruquthni dan al-Baihaqi)
Menyerupakan air mani dengan hingus dan ludah menunjukkan bahawa air mani  itu  suci.  Adapun  perintah  untuk  mengelapnya  dengan  kain  atau  sabut idzkhir, maka itu bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang tidak patut dikekalkan pada pakaian yang hendak dipakai untuk mengerjakan solat.

Daripada Abu al-Samh (r.a) bahawa  Rasulullah (s.a.w) pernah  bersabda: “Air kencing bayi perempuan hendaklah dibasuh sedangkan air kencing bayi lelaki memadai dengan dipercikkan air sahaja.” (Disebut oleh Abu Dawud, al-Nasa‟i dan dinilai sahih oleh Hakim)
Makna Hadis
Syariat sungguh bijaksana dalam setiap keputusan yang dibuat. Kita sering kali menggendong bayi lelaki dan memeluk mereka. Di sini syariat meringankan najis air kencing mereka dengan syarat bayi lelaki itu masih belum berusia dua tahun dan hanya meminum susu. Cara menyucikan air kencingnya ialah dengan memercikkan air ke atasnya. Ini berbeza dengan air kencing bayi perempuan di mana  cara  menyucikannya  ialah  dengan  membasuhnya,  kerana  najisnya  lebih berat daripada najis air kencing bayi lelaki. Selain najis air kencing, tidak ada perbezaan di antara keduanya, yakni sama-sama najis.
Fiqh Hadis
Perbezaan  yang  ada  antara  air  kencing  bayi  lelaki  dengan  bayi  perempuan menurut hukum ialah sebelum mereka memakan makanan lain selain air susu. Air kencing keduanya sama-sama najis, tetapi untuk membersihkan air kencing le1aki memadai dengan memercikkannya dengan air, yakni menyiramnya tanpa mengalirkan air. Ini merupakan kemudahan syariat. Cara membersihkan air kencing bayi perempuan pula tidak cukup hanya dengan memercikkan air ke atasnya, melainkan wajib dibasuh.
Hikmah  yang  terdapat  dalam  masalah  ini  menurut  satu  pendapat  adalah bersifat ta‟abbudiyyah (semata-mata mematuhi perintah syariat), sedangkan menurut pendapat yang lain mengatakan itu kerana orang kebanyakan lebih menyukai bayi lelaki dan sering kali menggendongnya. Oleh itu, syariat membe- rikan keringanan dalam masalah ini. Menurut pendapat yang lain pula, air kencing bayi perempuan lebih pekat, manakala air kencing bayi lelaki tidak demikian.
Dalam kaitan ini para ulamak berbeza pendapat. Imam Ahmad dan Imam al- Syafi‟i mengatakan  adanya rukhsah terhadap air kencing bayi lelaki sebelum usia dua tahun dan belum memakan makanan lain selain air susu. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dan pendapat masyhur di kalangan mazhab Maliki, air kencing bayi lelaki dan bayi perempuan sama-sama najis, dan mesti tetap dibasuh.

Daripada  Asma‟ binti  Abu Bakar al-Siddiq (r.a) bahawa Nabi (s.a.w) pernah bersabda berkaitan darah haid yang terkena pakaian: “Hendaklah kamu mengoreknya terlebih dahulu lalu kamu kucak dengan air. Setelah itu kamu siram dengan air dan barulah kamu boleh solat dengan memakainya.” (Muttafaq „alaih)
Makna Hadis
Mematuhi undang-undang samawi dan ajaran Islam merupakan satu kemestian bagi umat manusia. Syariat Islam memerintahkan kita supaya sentiasa menjaga kebersihan  dan  membasuh  najis  yang  terkena pakaian  kita.  Siti  Hawa  diseksa lantaran membangkang perintah Allah. Dia terpaksa menjalani masa mengandung dan melahirkan anak dengan susah payah, di samping menjadikannya mengeluarkan darah sebulan sekali. Sejak itu Siti Hawa haid, lalu dikatakan kepadanya: “Telah ditetapkan  ke  atas  dirimu  dan  anak-anak  perempuan kamu berhaid.” Ia menjadi sebahagian hidup kaum perempuan.
Kadang kala pakaian wanita yang haid terpalit darah haid dan oleh kerananya, syariat Islam memerintahkan supaya bekas darah itu dikorek, lalu dikucak dan dicuci dengan air hingga ketiga-tiga sifatnya hilang.
Fiqh Hadis
1.   Hukum darah itu najis.
2. Wajib membasuh tempat yang terkena darah dengan air dan bersungguh- sungguh   dalam   menghilangkan   kesannya   dengan   cara   mengorek   dan mengucak serta membasuhnya agar kesannya hilang. Cara menghilangkan semua najis dalam bentuk cecair adalah menggunakan air.
3.   Amaran keras daripada melakukan pembaziran ketika membasuh najis. Inilah maknas yang terkandung dalam ungkapan al-nadh yang maknanya menggunakan air secara tidak berlebihan dan tidak boleh membazir.
4.   Kesan warna darah jika sukar dihilangkan adalah dimaafkan dengan syarat telah bersungguh-sungguh membasuhnya untuk menghilangkan warnanya. Ini berlandaskan  kepada dalil yang akan disebut pada hadis berikut ini: “Dan tidak membahayakanmu kesan yang masih ada itu.”





MERENAHKEUN KANI’MATAN




Parantos kama’lum ku urang sadaya yen  ti kawit manusa diciptakeun pirang-pirang kani’matan parantos dipaparinkeun ku Allah ka satiap manusia. Pami urang bade nyobi ngitung-ngitung eta kani’matan, tanwande ku urang moal kaitung seueurna. Ana kitu naon atuh ari nu disebut ni’mat teh?

Ni’mat numutkeun basa, saur ar-Raghib al-Ashfahani, hartina al-haalah al-hasanah (kaayaan nu ngeunah). Al-Mufradat fi Gharibil Quran, I:499. Saur Ayyub bin Musa: “Ni’mat teh nyaeta kaayaan nu ngeunah karasana ku manusa” Kitab al-Kuliyyat, I:912

Numutkeun syareat:
النِّعْمَةُ مَا أنَعَمَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى الإِنْسَانِ
Ni’mat teh nyaeta sagala rupa nu dipaparin ku gusti ka manusa (al-Isytiqaq, I:137, Maqayis Lughah, V:357)

Dina Alquran nikmat Allah aya dua rupa, nu dibedakeun cara nulisna namung sami lagu macana:
Kahiji, nganggo ta mabsuthah (huruf ta muka, atawa parahu titik 2 di luhur saur santri madrasah mah). Bentuk kahiji dianggo dina 8 ayat, di antarana surat Ibrahim:34
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Jeung upama maraneh ngitung-ngitung ni’mat Allah, tanwande ku maraneh moal kaitung lobana. Saestuna manusa teh darolim jeung kalupur pisan.

Ni’mat nu kieu disebut nikmat hissi (inderawi), nyaeta kani’matan lahiriah nu parantos dipaparinkeun ku Allah ka satiap manusia ti kawit diciptakeun, contona awak sehat, hawa, cahaya panon poe, cai nu ngocor pikeun nyumponan kabutuh hirup manusa. Ni’mat nu kieu dipaparin ku Allah sanes kulantaran kasolehan hiji jalma nanging mangrupa wujud tina sifat ar-Rahman (Maha welas-Na) Allah. Cindekna, ieu kanikmatan baris dipaparin kajalma mukmin oge jalma kafir.  

Kadua, nganggo ta marbuthah (huruf ta nutup, atawa ta gelung saur santri madrasah mah). Bentuk kadua dianggo dina 17 ayat, di antarana surat an-Nahl:18
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Jeung upama maraneh ngitung-ngitung ni’mat Allah, tanwande ku maraneh moal kaitung lobana. Saestuna Allah Maha Jembar hampura oge Maha Asih.

Nikmat nu kieu disebut ni’mat ma’nawi (abstrak), nyaeta kanikmatan nu dipaparin ku Allah kulantaran kasolehan hiji jalma sabage wujud tina sifat ar-Rahiem (Maha Asih-Na) Allah, nyaeta mangrupa aturan hirup sangkan salamet dunya-akherat, ajaran nu maparin katengtreman hate. Cindekna, ieu kanikmatan baris dipaparin kajalma mukmin wungkul, nalika bisa merenahkeun luyu jeung galur Rasul-Na. Eta Ni’mat nu dimaksud ku ayat
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
(nyaeta) jalan jalmi-jalmi anu parantos dipaparin ni’mat ku Gusti. Al-Fatihah:7

Naon nu dimaksud katipu ku kanikmatan teh?
Nyaeta kanikmatan nu parantos dipaparin ku Allah swt. ka hiji jalma teu mampu ngarojong sarta ngajurung dirina pikeun aherat oge nyalametkeun dirina tina azab Allah swt. Allah ngadawuh:
فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ku sabab eta sing saha anu disingkahkeun tina seuneu naraka sarta diasupkeun ka sawarga, eta teh jalma anu geus untung. Kahirupan dunya mah taya lian ngan kasenangan palsu. Ali Imran:185
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Jeung taya lian kahirupan dunya teh ngan ukur kaulinan jeung anu matak poho ka Allah; jeung saenyana aherat mah leuwih hade pikeun jalma-jalma anu takwa. Naha maraneh teh teu boga akal?. Al-An’am:32
Maksudna kasenangan-kasenangan dunya mah ngan sakeudeung sarta teu langgeng. Kusabab kitu poma tong katipu ku kanikmatan dunya nu antukna poho merhatikeun urusan aherat.
Dina ayat sanes Allah ngadawuh:
وَابْتَغِ فِيْمَا آتَاكَ اللهُ الدَّارَ اْْْلآخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَ وَلاَتَبْغِ الْفَسَادَ فِي اْلأَرْضِ إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
Jeung geura gunakeun saniskara anu geus dipaparinkeun ku Allah ka andika pikeun nagri aherat, sarta poma andika ulah mopohokeun bagian andika tina dunya, jeung kudu nyieun kahadean saperti Allah geus midamel kahadean ka andika. Jeung poma andika ulah nimbulkeun karuksakan di ieu bumi, karana saestuna Allah henteu micinta jalma-jalma anu nimbulkeun karuksakan (Al-Qashash: 77)
Saur Ibnu Katsir: “Prak gunakeun saniskara nu geus dikurniakeun ku Allah ka anjeun, boh harta banda atawa kanikmatan nu kacida lobana eta, pikeun taat ka pangeran anjeun, sarta pikeun ngadeheuskeun diri ka Mantena ku rupa-rupa amal soleh, sangkan meunang pahala dunya-aherat. (poma andika ulah mopohokeun kanikmatan dunya) nu geus dihalalkeun ku Allah pikeun anjeun nu mangrupa kadaharan, inuman, pakean, imah, jeung laki rabi. Geus sakuduna pikeun anjeun nyumponan hak-hak pangeran, hak diri sorangan, kulawarga, sarta jalma-jalma nu lian. Poma anjeun tong hawek ku pakaya nu aya pikeun nyieun karusakan di bumi jeung kajahatan ka sasama.” (Tafsir Ibnu Katsir juz 3, hal. 385)
Cindekna mun urang kaasup jalma nu dipaparin kanikmatan mangrupa harta banda mangka eta harta kudu jadi sarana pikeun ngadehueus ka Allah. Cumponan sagala hak nu patalai jeung eta harta, saperti kaluarkeun zakat, shadaqoh, sarta bantu jalma-jalma nu ripuh. Tong dugi ka ku eta harta jadi hahalang tina rohmat jeung magfirah Allah.
Salajengna Nabi maparin dua conto kanikmatan nu sok nipu jalma:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ، وَالْفَرَاغُ " . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
Katampi ti Ibnu Abas, anjeuna sasauran, Rasulullah saw. dadawuh, “Aya dua kani’matan anu umumna manusa katipu dina hal eta: sehat jeung waktu salse” H.r. al-Bukhari
Eta hadis ngajelaskeun yen umumna manusa tara bisa merenahkeun kondisi sehat jeung salse dina sakuduna, nyaeta ngamangfaatkeun kondisi sehat sarta waktu salse pikeun nyieun kahadean. Pan mun gering mah aya alesan kulantaran gering, mun keur sibuk aya alesan kulantaran sibuk. Ari palebah keur sehat jeung salse tara dimanfaatkeun. 

Kumaha/saha contona jalma nu katipu ku kanikmatan
Saur Imam Al-Qurthubi: “Allah nguningakeun (dina sababaraha ayat) yen Qarun geus dipaparin harta banda anu kacida lobana nepika poho diri. Sarta sagala rupa nu dipimilik ku manehna sihoreng teu sanggup pikeun nyalamatkeun dirina tina azab Allah swt. Persis ciga nu kaalaman ku Fir’aun.”
Contoh jalma nu katipu ku kanikmatan:

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya, ada tiga orang dari Bani Israil, yaitu: penderita lepra, orang berkepala botak, dan orang buta. Allah ingin menguji mereka bertiga, maka diutuslah kepada mereka seorang malaikat. Pertama, datanglah malaikat itu kepada si penderita lepra dan bertanya kepadanya: "Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?" Ia menjawab: "Rupa yang elok, kulit yang indah dan apa yang telah menjijikkan orang-orang ini hilang dari tubuhku." Maka diusaplah penderita lepra itu dan hilanglah penyakit yang dideritanya serta diberilah ia rupa yang elok dan kulit yang indah. Malaikat pun bertanya lagi kepadanya: "Lalu kekayaan apa yang paling kamu senangi?" Jawabnya: "Unta atau sapi." Maka diberilah ia seekor unta yang bunting dan didoakan: "Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepadamu dengan unta ini."
Kemudian malaikat itu mendatangi orang yang berkepala botak dan bertanya kepadanya: "Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?" Ia menjawab: "Rambut yang indah dan hilang dari kepalaku apa yang telah menjijikkan orang-orang." Maka diusaplah kepalanya dan ketika itu hilanglah penyakitnya serta diberilah ia rambut yang indah. Malaikat pun bertanya lagi kepadanya: "Kekayaan apa yang paling kamu senangi?" Jawabnya: "Sapi atau unta." Maka diberilah ia seekor sapi bunting dan didoakan: "Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepadamu dengan sapi ini."
Selanjutnya malaikat tadi mendatangi si buta dan bertanya kepadanya: "Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?" Ia menjawab: "Semoga Allah berkenan mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat melihat orang-orang." Maka diusaplah wajahnya dan ketika itu dikembalikan oleh Allah penglihatannya. Malaikat pun bertanya lagi kepadanya: "Lalu, kekayaan apa yang paling kamu senangi?" Jawabnya: "Kambing." Maka diberilah ia seekor kambing bunting.
Lalu, berkembang biaklah unta, sapi dan kambing tersebut, sehingga yang pertama mempunyai selembah unta, yang kedua mempunyai selembah sapi, dan yang ketiga mempunyai selembah kambing."
Sabda Nabi selanjutnya:
"Kemudian, datanglah malaikat itu kepada orang yang sebelumnya menderita lepra dengan menyerupai dirinya, dan berkata: "Aku seorang miskin, telah terputus segala jalanku bagiku (untuk mencari rezeki) dalam perjalananku, sehingga tidak akan dapat meneruskan perjalananku hari ini kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian dengan pertolongan Anda. Demi Allah yang telah memberi Anda rupa yang elok, kulit yang indah dan kekayaan ini, aku minta kepada Anda seekor unta saja untuk bekal melanjutkan perjalananku." Tetapi dijawab: "Hak-hak (tanggunganku) banyak." Malaikat yang menyerupai orang penderita lepra itu pun berkata kepadanya: "Sepertinya aku mengenal Anda. Bukankah Anda ini yang dulu menderita lepra, orang-orang jijik kepada Anda, lagi pula melarat, lalu Allah 'Azza wa Jalla memberi Anda kekayaan?" Dia malah menjawab: Sungguh, harta kekayaan ini hanyalah aku warisi turun-temurun dari nenek-moyangku yang mulia lagi terhormat. Maka malaikat itu berkata kepadanya: Jika Anda berkata dusta, niscaya Allah mengembalikan Anda kepada keadaan Anda semula.
Lalu, malaikat tersebut mendatangi orang yang sebelumnya berkepala botak dengan menyerupai dirinya, dan berkata kepadanya seperti yang dia katakan kepada yang pernah menderita lepra, serta ditolaknya sebagaimana telah ditolak oleh yang pertama itu. Maka berkatalah malaikat yang menyerupai dirinya itu kepadanya: Jika Anda berkata dusta, niscaya Allah akan mengembalikan Anda kepada keadaan Anda semula.
Terakhir malaikat tadi mendatangi orang yang sebelumnya buta dengan menyerupai dirinya pula, dan berkata kepadanya: "Aku adalah orang miskin, kehabisan bekal dalam perjalanan dan telah terputus segala jalan bagiku (untuk mencari rezeki) dalam perjalananku ini, sehingga aku tidak akan dapat lagi meneruskan perjalananku hari ini kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian dengan pertolongan Anda. Demi Allah yang telah mengembalikan penglihatan Anda, aku meminta seekor kambing saja untuk bekal melanjutkan perjalananku." Orang itu menjawab: "Sungguh, aku dahulu buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku. Maka ambillah apa yang Anda sukai dan tinggalkan apa yang Anda sukai. Demi Allah, sekarang ini aku tidak akan mempersulit Anda dengan supaya mengembalikan sesuatu yang telah Anda ambil karena Allah." Malaikat yang menyerupai orang buta itu pun berkata: "Peganglah kekayaan Anda, karena sesungguhnya kalian ini hanyalah diuji oleh Allah. Allah telah rela kepada Anda, dan murka kepada kedua teman Anda." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
3277 - حدثني أحمد بن إسحاق حدثنا عمرو بن عاصم حدثنا همام حدثنا إسحاق بن عبد الله قال حدثني عبد الرحمن بن أبي عمرة أن أبا هريرة حدثه أنه سمع النبي صلى الله عليه و سلم . وحدثني محمد حدثنا عبد الله بن رجاء أخبرنا همام عن إسحاق بن عبد الله قال أخبرني عبد الرحمن بن أبي عمرة أن أبا هريرة رضي الله عنه حدثه
 : أنه سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ( إن ثلاثة في بني إسرائيل أبرص وأقرع وأعمى بدا لله أن يبتليهم فبعث إليهم ملكا فأتى الأبرص فقال أي شيء أحب إليك ؟ قال لون حسن وجلد حسن قد قذرني الناس قال فمسحه فذهب عنه فأعطي لونا حسنا وجلدا حسنا فقال أي المال أحب إليك ؟ قال الإبل - أو قال البقر هو شك في ذلك أن الأبرص والأقرع قال أحدهما الإبل وقال الأخر البقر - فأعطي ناقة عشراء فقال يبارك لك فيها . وأتى الأقرع فقال أي شيء أحب إليك ؟ قال شعر حسن ويذهب عني هذا قد قذرني الناس قال فمسحه فذهب وأعطي شعرا حسنا قال فأي المال أحب إليك ؟ قال البقر قال فأعطاه بقرة حاملا وقال يبارك لك فيها . وأتى الأعمى فقال أي شيء أحب إليك ؟ قال يرد الله إلي بصري فأبصر به الناس قال فمسحه فرد الله إليه بصره قال فأي المال أحب إليك ؟ قال الغنم فأعطاه شاة والدا فأنتج هذان وولد هذا فكان لهذا واد من إبل ولهذا واد من بقر ولهذا واد من غنم ثم إنه أتى الأبرص في صورته وهيئته فقال رجل مسكين تقطعت
 بي الحبال في سفري فلا بلاغ اليوم إلا بالله ثم بك أسألك بالذي أعطاك اللون الحسن والجلد الحسن والمال بعيرا أتبلغ عليه في سفري . فقال له إن الحقوق كثيرة فقال له كأني أعرفك ألم تكن أبرص يقذرك الناس فقيرا فأعطاك الله ؟ فقال لقد ورثت لكابر عن كابر فقال إن كنت كاذبا فصيرك الله إلى ما كنت . وأتى الأقرع في صورته وهيئته فقال له مثل ما قال لهذا فرد عليه مثل ما رد عليه هذا فقال إن كنت كاذبا صيرك الله إلى ما كنت . وأتى الأعمى في صورته فقال رجل مسكين وابن سبيل وتقطعت بي الحبال في سفري فلا بلاغ اليوم إلا بالله ثم بك أسألك بالذي رد عليك بصرك شاة أتبلغ بها في سفري فقال قد كنت أعمى فرد الله بصري وفقيرا فقد أغناني فخذ ما شئت فوالله لا أجهدك اليوم بشيء أخدته لله فقال أمسك مالك فإنما ابتليتم فقد رضي الله عنك وسخط على صاحبيك )
 [ 6277 ]
 [ ش أخرجه مسلم في أوائل كتاب الزهد والرقائق رقم 2964 . ( بدا لله ) أراد أن يظهر ما سبق في علمه . ( يبتليهم ) يختبرهم . ( ملكا ) أي بصورة إنسان . ( هو شك ) أي إسحاق بن عبد الله راوي الحديث . ( عشراء ) الحامل التي أتى على حملها عشرة أشهر من يوم طرق الفحل لها ويقال لها ذلك إلى أن تلد وبعدما تضع وهي من أنفس الأموال عند العرب . ( والدا ) ذات ولد أو حاملا . ( فأنتج هذان ) أي صاحب الإبل والبقر وأنتج من النتاج وهو ما تضعه البهائم . ( صورته وهيئته ) أي التي كان عليها . ( الحبال ) الأسباب التي يتعاطاها في طلب الرزق . ( أتبلغ به ) من البلغة وهي الكفاية . ( لكابر عن كابر ) وفي رواية شيبان ( وإنما ورثت هذا المال كابرا عن كابر ) أي ورثته عن آبائي وأجدادي حال كون كل واحد منهم كبيرا ورث عن كبير . ( ابن سبيل ) منقطع في سفره . ( لا أجهدك ) لا أشق عليك في منع شيء تطلبه مني أو تأخذه ] – صحيح البخاري كتاب أحاديث الأنبياء  51 - باب ما ذكر عن بني إسرائيل





Point Patarosan

(1)      Naon bentena ni’mat sareng manfaat?
Saur Imam ar-Raghib: “Sasaran/tujuan dipaparin ni’mat teh sangkan ihsan (jadi kahadean) sarta aya manfaatna” Janten manfaat teh salah sawios sasaran ni’mat.

(2)    Kumaha sangkan hirup diwuwuh ku ni’mat

Patali sareng ni’mat hissi, urang kedah tiasa ngamumule sunatullah (hukum alam nu parantos ditetepkeun ku Allah, kalebet nu aya dina awak urang). Anapon patali sareng ni’mat ma’nawi urang kedah taat ka Allah katut Rasul-Na. Dawuhan Allah

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
Jeung sing saha anu taat ka Allah katut ka Rasul, maranehna baris dihijikeun babarengan jeung jalma-jalma anu dipaparin ni’mat ti Allah kamaranehna, di antarana para nabi, shiddiqien, syuhada jeung solihin maranehna sobat anu pang alus-alusna. An-Nisa:69.

Jalma-jalma eta nu dimaksud ku ayat
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Nyaeta: jalan jalmi-jalmi anu parantos di paparin ni’mat ku gusti, sanes jalan jalmi-jalmi anu kenging bebendo ti gusti sareng sanes jalan jalmi-jalmi anu salasar. Al-Fatihah:7

(3)    Kumaha carana sangkan urang kenging kani’matan?
Sangkan meunang kanikmatan nu hakiki atawa sajati, hirup jeung kahirupan manusa kudu diwengku ku atikan agama. Nabi Muhammad saw. kantos sasauran nu maksadna kieu: Kabeh manusa dijamin moal sasar dina hirupna salila nyekel pageuh kana katangtuan Al-Qur’an jeung Al-Hadits. Hartina mun kahirupan manusa teu diwengku ku agama tanwande bakal cilaka sok sanajan hirupna loba ku kani’matan dunya
(4)    Ari agama Islam tiasa disebat kani’matan?
Agama Islam mangrupakeun kani’matan nu pangagungna. Dawuhan Allah:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Jeung prak maraneh sararea gera nyekel sing pageuh kana tali Allah, jeung maraneh ulah paburantak, jeung sing inget kana ni’mat Allah anu (ditamlokkeun) kamaraneh basa keur marusuhan, tuluy Allah meruhkeun hate maraneh, tuluy ku ni’’mat Allah maraneh teh jaradi dulur, padahal maraneh teh geus aya dina sisi jurang naraka, tapi Anjeuna nyalametkeun maraneh tina eta bahaya. Tah kitu Allah nerangkeun ayat-ayat-Na ka maraneh menang pituduh. Ali imran:103

Saur imam al-Qurtubi, “Ku eta ayat Allah marentah sangkan tong mopohokeun pirang-pirang kani’matan, sarta kani’matan nu pang agungna nyaeta Islam sarta nulad ka Nabi Muhamad. Ku kani’matan Islam aranjeuna teh jaradi dulur saiman/saagama (Tafsir al-Qurthubi, IV:164)

(5)    Ari kani’matan tiasa ical, kunaon?
Kani’matan bisa leungit lamun teu diperenahkeun dina tempatna, misalna dirobah. Dawuhan Allah:
وَمَنْ يُبَدِّلْ نِعْمَةَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Jeung sing saha anu nukeurkeun kani’matan ti Allah sabada datang katerangan ka maranehna, saenyana Allah teh banget pisan siksaan-Na” Al-Baqarah:211

Nu dimaksud ni’mat dina ieu ayat nyaeta parentah sarta ajaran-ajaran Allah nu dirobah ku Bani Israil.
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Kituna teh, lantaran Allah moal rek ngarobah ni’mat anu ku Anjeuna geus dipaparinkeun ka hiji kaom, satungtung maranehna tacan ngarobah saniskara anu aya dina dirina masing-masing. Jeung saestuna Allah Maha Ngadangu, Maha Uninga” Al-Anfal:53

Maksudna Allah moal nyabut kani’matan nu dipaparinkeun ka hiji kaom, salama eta kaom tetep taat jeung syukur ka Allah

(6)    Ciri jalmi nu kenging kani’matan ti Alloh

يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا قُلْ لَا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلَامَكُمْ بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلْإِيمَانِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Maraneh nyangka geus ngahutangkeun budi kamaneh (Muhammad), kulantaran maranehna asup Islam. Pok caritakeun : “arandika ulah nganggap ngahutangkeun budi ka kaula kulantaran kaislaman arandika, tapi Allah maparin budina ka arandika, lantaran Anjeuna geus maparin pituduh ka arandika kana iman, upama arandika jalma-jalma anu balenermah. Al-Hujurat:17.

Ieu ayat nuduhkeun yen ciri jalma nu kenging kani’matan hakiki, nyaeta dipaparin pituduh kana kaimanan. Cindekna kenging hidayah taufiq.

(7)     Naon nu dimaksad kani’matan haqiqi

Nyaeta kanikmatan nu parantos dipaparin ku Allah swt. ka hiji jalma, nu mampu ngarojong sarta ngajurung dirina pikeun aherat oge nyalametkeun dirina tina azab Allah swt.

(8)     Dupi kani’matan aya nu abadi?
Tadi parantos dipedar yen kani’matan teh aya dua rupa; ni’mat hissi jeung ni’mat ma’nawi. Nu baris langgeng mah ni’mat ma’nawi, nyaeta mangrupa aturan hirup sangkan salamet dunya-akherat, ajaran nu maparin katengtreman hate.




Data-data
Dina ayat sanes Allah ngadawuh:
وَابْتَغِ فِيْمَا آتَاكَ اللهُ الدَّارَ اْْْلآخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَ وَلاَتَبْغِ الْفَسَادَ فِي اْلأَرْضِ إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
Jeung geura gunakeun saniskara anu geus dipaparinkeun ku Allah kan andika pikeun nagri aherat, sarta poma andika ulah mopohokeun bagian andika tina dunya, jeung kudu nyieun kahadean saperti Allah geus midamel kahadean ka andika. Jeung poma andika ulah nimbulkeun karuksakan di ieu bumi, karana saestuna Allah henteu micinta jalma-jalma anu nimbulkeun karuksakan (Al-Qashash: 77)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Pergunakanlah apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala telah karuniakan kepadamu dari harta yang banyak dan nikmat yang tak terhingga itu, untuk ketaatan kepada Rabbmu dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan beragam amal shalih, yang diharapkan dengannya mendapatkan pahala baik di dunia dan di akhirat. (Janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, pen.) yang Allah Subhanahu wa Ta'ala halalkan bagimu berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan menikahi wanita. Merupakan suatu keharusan bagimu untuk menunaikan hak Rabbmu, hak dirimu, keluargamu, dan orang-orang yang mengunjungimu. Tunaikanlah haknya masing-masing. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Janganlah kamu berambisi dengan kekayaan yang ada untuk berbuat kerusakan di (muka) bumi dan kejahatan kepada sesama. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Tafsir Ibnu Katsir juz 3, hal. 385)
Maka dari itu, bila anda termasuk orang yang mendapatkan karunia harta dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, jadikanlah harta anda sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tunaikanlah segala hak yang berkaitan dengan harta anda. Keluarkanlah zakat, bershadaqahlah kepada fakir miskin, santunilah anak yatim, bantulah orang-orang yang sedang kesusahan/ ditimpa musibah, dan lain sebagainya. Jangan sampai harta yang anda miliki menjadi penghalang dari jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sebagai penyebab untuk berbuat kerusakan di muka bumi. Jauhkanlah diri anda dari perbuatan menghambur-hamburkan harta dengan jalan pemborosan, sebagaimana pula harus menjauhkan diri dari sifat bakhil.

Ali Imran:185. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
Al-An’am:32. Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[468]. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?
468]. Maksudnya: kesenangan-kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak kekal. Janganlah orang terperdaya dengan kesenangan-kesenangan dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat.
Al-An’am:70. Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama[485] mereka sebagai main-main dan senda gurau[486], dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at[487] selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.
[485]. Yakni agama Islam yang disuruh mereka mematuhinya dengan sungguh-sungguh.
[486]. Arti menjadikan agama sebagai main-main dan senda gurau ialah memperolokkan agama itu mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi laranganNya dengan dasar main-main dan tidak sungguh-sungguh.
Al-An’am:130. Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.
Al-A’raf:51. (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka." Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.
At-Taubah:38
38. Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.
Yunus:24. Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya[683], dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya[684], tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir.
Ar-Ra’du:26.
Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).
Tamsil kehidupan dunia dan orang-orang yang tertipu padanya
Al-Kahfi:32. Dan berikanlah kepada mereka[880] sebuah perumpamaan dua orang laki-laki[881], Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang.
[880]. Yaitu: kepada orang-orang mukmin dan orang-orang kafir.
[881]. Yaitu: dua orang Yahudi yang seorang mukmin dan yang lain kafir.
Al-Kahfi:46. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Al-Ankabut:64. Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.
Muhamad:36. Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu.
Luqman:33. Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.

Fathir:5. Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.
Al-Hadid:20. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
Kesimpulan
Allah s.w.t. mencela orang-orang yang telah mencintai kehidupan dunia dan mengabaikan kehidupan akhirat dan tidak mempersiapkan diri mereka untuk kehidupan akhirat itu dengan amal kebajikan.

[536]. Maksudnya: perhiasan-perhiasan dari Allah dan makanan yang baik itu dapat dinikmati di dunia ini oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman, sedang di akhirat nanti adalah semata-mata untuk orang-orang yang beriman saja.










Dunya la’ibun wa lahwun
Dunya mata’ul gurur

Qaul Umar: ditimpa musibah kuat, diberi nikmat lengah/tidak kuat

Point Patarosan



Data
Ni’mat numutkeun basa, saur ar-Raghib al-Ashfahani, hartina al-haalah al-hasanah (kaayaan nu ngeunah). Al-Mufradat fi Gharibil Quran, I:499. Saur Ayyub bin Musa: “Ni’mat teh nyaeta kaayaan nu ngeunah karasana ku manusa” Kitab al-Kuliyyat, I:912

Numutkeun syareat:
النِّعْمَةُ مَا أنَعَمَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى الإِنْسَانِ
Ni’mat teh nyaeta sagala rupa nu dipaparin ku gusti ka manusa (al-Isytiqaq, I:137, Maqayis Lughah, V:357)

Dina Alquran nikmat Allah aya dua rupa, nu dibedakeun cara nulisna namung sami lagu macana:
Kahiji, nganggo ta mabsuthah (huruf ta muka, atawa parahu titik 2 di luhur saur santri madrasah mah). Bentuk kahiji dianggo dina 8 ayat, di antarana surat Ibrahim:34
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Jeung upama maraneh ngitung-ngitung ni’mat Allah, tanwande ku maraneh moal kaitung lobana. Saestuna manusa teh darolim jeung kalupur pisan.

Ni’mat nu kieu disebut nikmat hissi (inderawi), nyaeta kani’matan lahiriah nu parantos dipaparinkeun ku Allah ka satiap manusia ti kawit diciptakeun, contona hawa, cahaya panon poe, cai nu ngocor pikeun nyumponan kabutuh hirup manusa. Ni’mat nu kieu dipaparin ku Allah sanes kulantaran kasolehan hiji jalma nanging mangrupa wujud tina sifat ar-Rahman (Maha welas-Na) Allah. Cindekna, ieu kanikmatan baris dipaparin kajalma mukmin oge jalma kafir.  

Kadua, nganggo ta marbuthah (huruf ta nutup, atawa ta gelung saur santri madrasah mah). Bentuk kadua dianggo dina 17 ayat, di antarana surat an-Nahl:18
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Jeung upama maraneh ngitung-ngitung ni’mat Allah, tanwande ku maraneh moal kaitung lobana. Saestuna Allah Maha Jembar hampura oge Maha Asih.

Nikmat nu kieu disebut ni’mat ma’nawi (abstrak), nyaeta kanikmatan nu dipaparin ku Allah kulantaran kasolehan hiji jalma sabage wujud tina sifat ar-Rahiem (Maha Asih-Na) Allah, nyaeta mangrupa aturan hirup sangkan salamet dunya-akherat, ajaran nu maparin katengtreman hate. Cindekna, ieu kanikmatan baris dipaparin kajalma mukmin wungkul, nalika bisa merenahkeun luyu jeung galur Rasul-Na.





Bentuk-bentuk Nikmat

Ada dua dua ungkapan di dalam Alquran yang sama bacaannya, namun berbeda cara penulisannya, yaitu ungkapan ni’mat. Apabila ungkapan ini kita dengar bacaannya saja maka kita akan menyangka bahwa hal itu sama, namun bila kita perhatikan cara penulisannya ternyata berbeda, yang satu ditulis dengan menggunakan ta mabsuthah (ta terbuka, atau parahu titik 2 di luhur kata santri di madrasah), yang kedua menggunakan ta marbuthah (ta bulat, atau ta sanggul kata santri di madrasah).

Cara penulisan pertama dapat kita lihat pada surat Ibrahim:34
وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). Q.s. Ibrahim:34
Apa maksud kata nimat yang ditulis seperti ini?

Nikmat seperti ini disebut nikmat hissi (kongkret), yaitu kenikmatan yang telah diberikan Allah kepada manusia sejak manusia diciptakan. Demikian banyaknya kenikmatan itu sehingga tidak seorang pun yang dapat menghitung berapa banyak kenikmatan yang telah dianugerahkan Allah kepada dirinya. Orang yang miskin pun tentu menyadari limpahan nikmat itu karena hidupnya sendiri hanyalah pemberian Allah. Saya ambil contoh: Udara segar yang kita hirup setiap waktu, cahaya matahari yang menjadi sumber energi, terangnya bulan pada malam hari, gunung-gunung yang menjulang tinggi dengan kekayaan alamnya, air yang selalu mengalir untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia; itu semua adalah sebagian kecil dari nikmat-Nya. Demikian pula denyut jantung yang mengalirkan darah keseluruh tubuh, paru-paru yang selalu mengisap udara segar dan mengeluarkan udara kotor, ginjal yang senantiasa bekerja tanpa mengenal lelah; itu semua adalah anugerah ilahi, yang kesemuanya bekerja di luar pengawasaan kita. Nikmat seperti ini diberikan oleh Allah bukan karena kesalehan seseorang tapi merupakan perwujudan dari sifat ar-Rahman (Maha Pengasih-Nya) Allah,
Itulah maksud kata nimat yang ditulis menggunakan huruf ta mabsuthah di akhirnya

Cara penulisan pertama

Cara penulisan kedua dapat kita lihat  pada surat an-Nahl:18
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ  
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Q.s. An-Nahl:18
Nikmat seperti ini disebut nikmat maknawi (abstrak), yaitu kenikmatan yang  diberikan Allah kepada manusia karena kesalehannya, sebagai perwujudan dari sifat ar-Rahiem (Maha Penyayang-Nya) Allah, yaitu berupa pedoman hidup, ajaran yang memberikan kenikmatan, ketentraman batin dan kepuasan jiwa, yaitu Alquran. Sebagai nikmat terbesar di antara sejumlah nikmat yang diberikan Allah kepada manusia. Kenikmatan ini dapat diraih apabila seseorang menempatkannya sesuai dengan ajaran Rasul.


Cara penulisan pertama, disebut 8 kali
Al-Baqarah:231
Ali Imran:103
Al-Maidah:11
Ibrahim:28
Ibrahim:34
An-Nahl:83
An-Nahl:114
Fathir:3

Cara penulisan kedua, disebut 17 kali
Al-Baqarah:211
Al-Maidah:7
Al-Maidah:20
Ibrahim:6
An-Nahl:18
Al-Ahzab:9
Al-Anfal:3
As-Syu’ara:22
Luqman:20
As-Shafat:57
Az-Zumar:8, 49
Az-Zukhruf:13
Al-Qamar:35
Al-Qalam:49
Al-Lail:19
Al-Muzzamil:11

Ni’matii
Al-Baqarah:40, 47, 122, 150,
Al-Maidah:3, 110

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ (البقرة :40)





1558 - النعمة هي ما قصد به الإحسان والنفع لا لغرض ولا لعوض – التعريفات : 311 –
النعمة : هي في أصل وضعها الحالة التي يستلذها الإنسان ، وهذا مبني على ما اشتهر عندهم من أن ( الفِعلة ) ، بالسكر للحالة ، وبالفتح للمرة . في  " الكشاف " : بالفتح من التنعم ، وبالكسر من الإِنعام ، وهو أيصال النعمة . كتاب الكليات أبو البقاء أيوب بن موسى : 1: 912 –
وقال الرَّاغِبُ : ( ( النِّعمةُ : مَا قُصِدَ بِه | الإحْسَانُ والنَّفْعُ ، وبِناؤُها بِناءُ الحَالَةِ | التي يَكُونُ عليها الإنسان ، كالجِلْسةَ |
النَّعْمة بالفتح وهي المسرّة والفرح والترفُّه
Ni’mat numutkeun basa, saur ar-Raghib al-Ashfahani, hartina al-haalah al-hasanah (kaayaan nu ngeunah). Al-Mufradat fi Gharibil Quran, I:499. Saur Ayyub bin Musa: “Ni’mat teh nyaeta kaayaan nu ngeunah karasana ku manusa” Kitab al-Kuliyyat, I:912

Numutkeun syareat: ni’mat
والنَّعْمة : ما تنعَّم به الإنسانُ من مأكلٍ أو مشرب ، بفتح النون
والنِّعمة : ما أنَعَمَ الله عزّ وجل على الإنسان في معيشته وبدنه
أبو بكر محمد بن الحسن بن دريد الاشتقاق: 1: 137 –
Nyaeta sagala rupa nu dipaparin ku gusti ka manusa (al-Isytiqaq, I:137, Maqayis Lughah, V:357)
النِّعمة: ما يُنعِم الله تعالى على عبدِه به من مالٍ وعيش. – أحمد بن فارس مقاييس اللغة 5: 357
أن جميع باب ( ن ع م ) إنما هو مأخوذ من ( نَعَمْ ) لما فيها من المحَّبة للشيء والسرور به . فنَّعمت الرجل أي قلت له ( نَعَمْ ) فنِعم بذلك بالا كما قالوا : بَجلَّته أي قلت له ( بَجَلْ ) أي حَسْبك حيث انتهيت فلا غاية مِن بعدك ثم اشتُّقوا منه الشيخ البَجَال والرجل البِجيل . فنعم وبَجَلْ كما ترى حرفان وقد اشتقّ منهما أحرف كثيرة
Perbedaan Lezat & nikmat
1859 الفرق بين اللذة والنعمة: أن اللذة لا تكون إلا مشتهاة ويجوز أن تكون نعمة لا تشتهي كالتكليف، وإنما صار التكليف نعمة لانه يعود عليها بمنافع وملاذ وإنما سمي ذلك نعمة لانه سبب للنعمة. كما يسمى الشئ بإسم سببه.
الفرق بين المنفعة والنعمة: أن المنفعة تكون حسنة وقبيحة كما أن المضرة تكون حسنة وقبيحة والمنفعة القبيحة منفعتك الرجل تنفعه ليسكن إليك فتغتاله، والنعمة لا تكون إلا حسنة، ويفرق بينهما أيضا فتقول الانسان يجوز أن ينفع نفسه ولا يجوز أن ينعم عليها.
الفرق بين الرحمة والنعمة: أن الرحمة الانعام على المحتاج إليه وليس كذلك النعمة لانك إذا أنعمت بمال تعطيه إياه فقد أنعمت عليه ولا تقول إنك رحمته.







2199 الفرق بين النعمة والخير: (896).
2200 الفرق بين النعمة والرحمة: (992).
2201 الفرق بين النعمة والنعماء: (2195).
2202 الفرق بين النعمة واللذة: (1859).
2203 الفرق بين النعمة والمنة: (2083).
2204 الفرق بين النعمة والمنفعة: (2096)
النعمة المنفعة المفعولة على جهة الإحسان إلى الغير ذكره الإمام الرازي قال فخرج بالمنفعة المضرة المخفية والمنفعة المفعولة لا على جهة الإحسان إلى الغير فإن قصد الفاعل نفسه كمن أحسن إلى جاريته ليربح فيها أو أراد استدراجه بمحبوب إلى ألم أو أطعم غيره نحو سكر أو خبيص مسموم ليهلك فليس بنعمة وقال الراغب ما قصد الإحسان والنفع وبناؤها بناء الحالة التي يكون عليها الإنسان كالجلسة والنعمة التنعيم وبناؤها بناء المرة من الفعل كالشتمة والضربة والنعمة للجنس تقال للقليل والكثير والإنعام إيصال الإحسان إلى الغير ولا يقال إلا إذا كان الموصل إليه من الناطقين والنعيم النعمة الكثيرة والتنعم تناول ما فيه نعمة وطيب عيش والنعم مختص به الإبل سميت به لكونها عندهم 2أعظم نعمة والأنعام للإبل والبقر والغنم نعم جواب لكلام لا حجة فيه قاله الحرالي – التعاريف 1: 704 –
(نعم) النون والعين والميم فروعُه كثيرة، وعندنا أنَّها على كثرتها راجعةٌ إلى أصلٍ واحدٍ يدلُّ على ترفُّهٍ وطِيب عيش وصلاح. منه النِّعمة: ما يُنعِم الله تعالى على عبدِه به من مالٍ وعيش. يقال: للهِ تعالى عليه نِعمة. والنِّعمة: المِنَّة، وكذا النَّعْماء. والنَّعْمة: التنعُّمُ وطيبُ العيش. قال الله تعالى: { وَنَعْمَةٍ كَانُوا فِيهَا فَاكِهينَ } [الدخان 27]. والنُّعَامَى: الرِّيح اللَّيِّنة. والنَّعَم: الإبل، لما فيه من الخَيْر والنِّعمة. قال الفرّاء: النَّعم ذَكَرٌ لا يؤنَّثُ فيقولون: هذا نَعَمٌ وارِدٌ؛ وتُجمَع أنعاماً. والأنعام: البهائم، وهو ذلك القياس. والنَّعامة معروفة. لنَعْمةِ رِيشِها. وعلى معنى التَّشبيه النَّعامة، وهي كالظُّلَّة تُجعَل على رؤوس الجبل، يستظلُّ بها – أحمد بن فارس مقاييس اللغة 5: 357 -

hal n 1 keadaan; peristiwa; kejadian (sesuatu
yg terjadi): 2 perkara; urusan; soal;
masalah; 3 sebab; 4 tentang; mengenai;
-- ihwal berbagai-bagai hal (kejadian, peristiwa,
masalab, dsb);

- النعمة: الحالة الحسنة، وبناء النعمة بناء الحالة التي يكون عليها الإنسان كالجلسة والركبة، والنعمة: التنعم، وبناؤها بناء المرة من الفعل كالضربة والشتمة، والنعمة للجنس تقال للقليل والكثير. قال تعالى: }وإن تعدوا نعمة الله لا تحصوها{ [النحل/18]، }اذكروا نعمتي التي أنعمت عليكم{ [البقرة/ 40]، }وأتممت عليكم نعمتي{ [المائدة/3]، }فانقلبوا بنعمة من الله{ [آل عمران/174] إلى غير ذلك من الآيات. والإنعام: إيصال الإحسان إلى الغير، ولا يقال إلا إذا كان الموصل إليه من جنس الناطقين؛ فإنه لا يقال أنعم فلان على فرسه. قال تعالى: }أنعمت عليهم{ [الفاتحة/7]، }وإذ تقول للذي أنعم الله عليه وأنعمت عليه{ [الأحزاب/37] والنعماء بإزاء الضراء. قال تعالى: }ولئن أذقناه نعماء بعد ضراء مسته{ [هود/10] والنعمى نقيض البؤسى، قال: }إن هو إلا عبد أنعمنا عليه{ [الزخرف/59] والنعيم: النعمة الكثيرة، قال: }في جنات النعيم{ [يونس/9]، وقال: }جنات النعيم{ [لقمان/8] وتنعم: تناول ما فيه النعمة وطيب العيش، يقال: نعمه تنعيما فتنعم. أي: جعله في نعمة. أي: لين عيش وخصب، قال: }فأكرمه ونعمه{ [الفجر/15] وطعام ناعم، وجارية ناعمة. [والنعم مختص بالإبل]، وجمعه: أنعام، [وتسمية بذلك لكون الإبل عندهم أعظم نعمة، لكن الأنعام تقال للإبل والبقر والغنم، ولا يقال لها أنعام حتى يكون في جملتها الإبل] (ما بين [ ] نقله البغدادي في الخزانة 1/408). قال: }وجعل لكم من الفلك والأنعام ما تركبون{ [الزخرف /12]، }ومن الأنعام حمولة وفرشا{ [الأنعام/142]، وقوله: }فاختلط به نبات الأرض مما يأكل الناس والأنعام{ [يونس/24] فالأنعام ههنا عام في الإبل وغيرها. والنعامى: الريح الجنوب الناعمة الهبوب، والنعامة: سميت تشبيها بالنعم في الخلقة، والنعامة: المظلة في الجبل، وعلى رأس البئر تشبيها بالنعامة في الهيئة من البعد، والنعائم: من منازل القمر تشبيها بالنعامة
فقد قيل: أراد رجله، وجعلها ابن النعامة تشبيها بها في السرعة. وقيل: النعامة باطن القدم، وما أرى قال ذلك من قال إلا من قولهم: ابن النعامة، وقولهم تنعم فلان: إذا مشى مشيا خفيفا فمن النعمة.
و (نعم) كلمة تستعمل في المدح بإزاء بئس في الذم، قال تعالى: }نعم العبد إنه أواب{ [ص/44]، }فنعم أجر العاملين{ [الزمر/74]، }نعم المولى ونعم النصير{ [الأنفال/40]، }والأرض فرشناها فنعم الماهدون{ [الذاريات/48]، }إن تبدوا الصدقات فنعما هي{ [البقرة/271] وتقول: إن فعلت كذا فبها ونعمت. أي: نعمت الخصلة هي، وغسلته غسلا نعما، يقال: فعل كذا وأنعم. أي: زاد، وأصله من الإنعام، ونعم الله لك عينا.
و (نعم) كلمة للإيجاب من لفظ النعمة، تقول: نعم ونعمة عين ونعمى عين ونعام عين، ويصح أن يكون من لفظ أنعم منه، أي: ألين وأسهل.