Dalam QS. Al-A’raf 172
dijelaskan bahwa setiap bayi yang akan dilahirkan ke dunia, Oleh Allah
sudah dimintai kesaksian tentang ketuhanan Allah dengan sebuah pertanyaan
:
“ Bukankah Aku ini Tuhan kamu ?”, sang bayi itu menjawab : “ Tentu
saja kami menjadi saksi.”. Untuk apa Allah meminta kesaksian seperti itu ?
Agar kelak di hari kiamat tidak ada orang ( yang menyembah selain Allah )
berargumen bahwa mereka tidak tahu tentang ketuhanan dan keesaan Allah.
Dalam sebuah hadits
riwayat Al-Hakim, Nabi saw. menyatakan bahwa setiap bayi yang terlahir dari
orang tua muslim maupun kafir, bayinya itu terlahir sebagai muslim semuanya,
dengan akidah tahuhid ( mengesakan Allah ) , karena sebelum lahir sudah dimintai
kesaksian oleh Allah. Hanya apakah si anak itu akan tetap sebagai muslim, atau
akan berubah menjadi manusia musyrik atau kafir tergantung warna agama yang
diberikan oleh kedua orang tuanya atau orang-orang yang mengurus dan
mendidiknya.
Adalah merupakan tugas utama
dan pertama setiap orang tua muslim untuk menjaga akidah diri dan anak
keturunannya agar tetap istiqamah dengan akidah mengesakan Allah. Apalagi di
saat banyak pihak berusaha untuk memurtadkan atau menarik kaum muslimin pindah
agama dan keyakinan, khususnya gerakan kristenisasi yang secara sistemik
menggunakan seribu satu macam cara, terutama dengan mengeksploitasi kemiskinan
dan keterbelakangan pendidikan sebagian kaum muslimien dengan iming-iming
materi, dalam bentuk sembako, pengobatan gratis, pelatihan keterampilan,
beasiswa, dsb.
Selain itu tidak kalah
pentingnya untuk diwaspadai juga paham Pluralisme Agama yang mengajarkan bahwa
semua agama sama, menolak truth claim seperti keyakinan bahwa hanya
Islam yang benar, bahwa tuhan manusia hakikatnya sama hanya berbeda dalam
memanggil, bahwa di akhirat semua penganut agama akan berdampingan di surga.
Bukankah Allah telah menilai kafir orang yang menyamakan Allah dengan Isa
Al-masih, dan yang memasukkan Allah ke dalam Trinitas ? seperti tertuang
dalam QS. Al-Maidah : 72-73 .
Sahabat Ismail bin Umayah
pernah meminta nasihat kepada Nabi saw. Beliau memberinya nasihat singkat
dengan mengingatkan : “ Janganlah kamu menjadi manusia musyrik,
menyekutukan Allah dengan sesuatupun, meski kamu harus menerima resiko kematian
dengan cara dibakar hidup-hidup, atau tubuh kamu dibelah menjadi dua. “ HR.
Ibnu Majah.
Nasihat Rasulullah saw.
tersebut tentu terkait dengan peringatan Allah tentang betapa besarnya dosa
syirik yang akan menghanguskan segala amal kebajikan dan merupakan dosa
yang tidak terampunkan jika mati dalam kemusyrikan. Allah swt berfirman :
“ Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan hapuslah amalmu dan
tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi “ ( QS. Az-Zumar : 65 ). Dan
firman-Nya : “ Sesungguhnya Allah tidak akan menagmpuni dosa syirik,
dan Dia mengampuni dosa selain syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. “
( QS. An- Nisa 48 ).
Semua keterangan di atas
terkait dengan syirik kufur, yakni orang-orang yang menyembah kepada
selain Allah swt.
Ada lagi perbuatan syirik yang
dilakukan oleh orang muslim, yang sering disebut dengan istilah syirik
fasik. Yakni orang muslim tapi mempercayai kepada perdukunan,
guna-guna, jampi-jampi, jimat-jimat, dan hal-hal lain yang bersifat mistik dan
tahayul. Nabi saw. bersabda : “ Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat
dan guna-guna adalah syirik. “ HR. Abu Daud dan Ibnu Majah . Dalam
hadits lainnya Nabi saw. mengingatkan : “ Barangsiapa datang kepada
kahin ( dukun, dan sejenisnya ), dan menanyakan sesuatu ( terkait dengan
perdukunan ) lantas mempercayainya, tidak akan diterima shalatnya dan
terhalang diterima taubatnya selama 40 hari “ HR. Ahmad, Muslim dan
Ath-Thabrani
Bentuk syirik lainnya yang
wajib dijauhi adalah riya, ibadah tidak dengan ikhlas karena
Allah swt. tapi karena ingin mendapat pujian, sanjungan atau gelar dari sesama
manusia. Riya disebut syirik kecil atau syirik khafi. Orang
yang riya sering tidak merasa bersalah, bahkan sering tidak menyadarinya.
Rasulullah saw. telah mengingatkan : “ Hati-hatilah kamu,
jangan sekali-kali mencampuradukkan keta’atan kepada Allah dengan mengharap
pujian dari sesama manusia, nanti hancur pahala amal kamu. “ HR.
Ath-Thabrani. Wallahu’alam bis showwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar