Kamis, 23 Mei 2013

BAHAYA SYIRIK


Dalam QS. Al-A’raf 172 dijelaskan bahwa  setiap bayi yang akan dilahirkan ke dunia, Oleh Allah sudah dimintai kesaksian tentang ketuhanan Allah dengan sebuah pertanyaan :               “ Bukankah Aku ini Tuhan kamu ?”, sang bayi itu menjawab : “ Tentu saja kami menjadi saksi.”. Untuk apa Allah meminta kesaksian seperti itu ? Agar kelak di hari kiamat tidak ada orang ( yang menyembah selain Allah ) berargumen bahwa mereka tidak tahu tentang ketuhanan dan keesaan Allah.
Dalam  sebuah hadits riwayat Al-Hakim, Nabi saw. menyatakan bahwa setiap bayi yang terlahir dari orang tua muslim maupun kafir, bayinya itu terlahir sebagai muslim semuanya, dengan akidah tahuhid ( mengesakan Allah ) , karena sebelum lahir sudah dimintai kesaksian oleh Allah. Hanya apakah si anak itu akan tetap sebagai muslim, atau akan berubah menjadi manusia musyrik atau kafir tergantung warna agama yang diberikan oleh kedua orang tuanya atau orang-orang yang mengurus dan mendidiknya.
Adalah merupakan tugas utama dan pertama setiap orang tua muslim untuk menjaga akidah diri dan anak keturunannya agar tetap istiqamah dengan akidah mengesakan Allah. Apalagi di saat banyak pihak berusaha untuk memurtadkan atau menarik kaum muslimin pindah agama dan keyakinan, khususnya gerakan kristenisasi yang secara sistemik menggunakan seribu satu macam cara, terutama dengan mengeksploitasi kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan sebagian kaum muslimien dengan iming-iming materi, dalam bentuk sembako, pengobatan gratis, pelatihan keterampilan, beasiswa, dsb.
Selain itu tidak kalah pentingnya untuk diwaspadai juga paham Pluralisme Agama yang mengajarkan bahwa semua agama sama, menolak truth claim seperti keyakinan bahwa hanya Islam yang benar, bahwa tuhan manusia hakikatnya sama hanya berbeda dalam memanggil, bahwa di akhirat semua penganut agama akan berdampingan di surga. Bukankah Allah telah menilai kafir orang yang menyamakan Allah dengan  Isa Al-masih, dan yang memasukkan Allah ke dalam Trinitas ?  seperti tertuang dalam QS. Al-Maidah : 72-73 .
Sahabat Ismail bin Umayah pernah meminta nasihat kepada Nabi saw. Beliau memberinya nasihat singkat dengan mengingatkan : “ Janganlah kamu menjadi manusia musyrik, menyekutukan Allah dengan sesuatupun, meski kamu harus menerima resiko kematian dengan cara dibakar hidup-hidup, atau tubuh kamu dibelah menjadi dua. “ HR. Ibnu Majah.
Nasihat Rasulullah saw. tersebut tentu terkait dengan peringatan Allah tentang betapa besarnya dosa syirik yang  akan menghanguskan segala amal kebajikan dan merupakan dosa yang tidak  terampunkan jika mati dalam kemusyrikan. Allah swt berfirman : “ Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi “ ( QS. Az-Zumar : 65 ). Dan firman-Nya  : “ Sesungguhnya Allah tidak akan menagmpuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. “  ( QS. An- Nisa 48 ).
Semua keterangan di atas terkait dengan syirik kufur, yakni orang-orang yang menyembah kepada selain Allah swt.
Ada lagi perbuatan syirik yang dilakukan oleh orang muslim, yang sering disebut dengan istilah syirik fasik.  Yakni orang muslim tapi mempercayai kepada perdukunan, guna-guna, jampi-jampi, jimat-jimat, dan hal-hal lain yang bersifat mistik dan tahayul.  Nabi saw. bersabda : “ Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat dan guna-guna adalah syirik. “  HR. Abu Daud dan Ibnu Majah .  Dalam hadits lainnya Nabi saw. mengingatkan :  “ Barangsiapa datang kepada kahin ( dukun, dan sejenisnya ), dan menanyakan sesuatu ( terkait dengan perdukunan ) lantas mempercayainya, tidak akan diterima shalatnya  dan terhalang diterima taubatnya selama 40 hari “  HR. Ahmad,  Muslim dan Ath-Thabrani
Bentuk syirik lainnya yang wajib dijauhi adalah riya, ibadah  tidak dengan ikhlas karena Allah swt. tapi karena ingin mendapat pujian, sanjungan atau gelar dari sesama manusia. Riya disebut syirik kecil atau syirik khafi. Orang yang riya sering tidak merasa bersalah, bahkan sering tidak menyadarinya.  Rasulullah saw. telah mengingatkan :   “ Hati-hatilah kamu, jangan sekali-kali mencampuradukkan keta’atan kepada Allah dengan mengharap pujian dari sesama manusia, nanti hancur pahala amal kamu. “ HR. Ath-Thabrani.  Wallahu’alam bis showwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar